Putusan UU PMK Sulitkan Pemulihan Kepercayaan Publik
1 min read

Putusan UU PMK Sulitkan Pemulihan Kepercayaan Publik

JAYAPURA – Putusan MK yang membatalkan UU Penyelamatan MK (PMK) dinilai Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki sebagai putusan bias kepentingan pribadi para hakim konstitusi. Dua di antaranya, yakni Hamdan Zoelva dan Patrialis Akbar, bisa tersingkir kalau sampai UU PMK jalan terus. ’’Keduanya belum tujuh tahun keluar dari partai politik,” kata Suparman dalam acara training Akuntabilitas USAID-JPIP di Jayapura, Papua, kemarin (19/2).

UU PMK memang mensyaratkan hakim MK harus sudah keluar setidaknya tujuh tahun dari partai politik. Semestinya, kata Suparman, kepentingan menjaga wibawa institusi MK lebih diutamakan ketimbang kepentingan pribadi hakim. Ditambah kasus dugaan korupsi Akil Mochtar, sulit bagi MK memulihkan kepercayaan di depan publik. Apalagi dalam hukum pun, dikenal asas tidak ada orang yang bisa menjadi hakim yang baik bagi dirinya sendiri (nemo iudex idoneus in propria causa, Red).

Suparman berbicara di depan sekitar 50 wartawan dan aktivis bersama Lion Simbolon (kepala perwakilan BPK Papua) dan Iwanggin Oliv Sabar (ketua Ombudsman Republik Indonesia/ORI Papua).

Ketua KY yang berlatar belakang pengacara dan dosen FH UII Jogjakarta itu juga menceritakan, masih ada orang yang merasa diperlakukan tak adil dalam perkara pilkada mengadu ke KY, sekalipun kewenangan untuk mengawasi MK sudah dibatalkan MK sendiri.

’’Kalau tidak mengadu ke KY, kami mengadu ke mana?” kata Suparman menirukan orang yang mengadu itu. Meskipun tidak bisa memprosesnya, Suparman menilai KY perlu mendengarkan rakyat yang mengadu tersebut.

Ketua lembaga tinggi negara yang suka berbicara lugas itu mengajak DPR berhati-hati dalam mencari dua nama pengganti hakim MK yang pensiun. Dicari betul-betul orang yang memihak keadilan dan menjaga konstitusi dari kepentingan sempit. (roy/c7/fat)

Arsip PDF :