Perkuat Kearifan Lokal dan Semangat Berinovasi
4 mins read

Perkuat Kearifan Lokal dan Semangat Berinovasi

Belajar Tingkatkan Akuntabilitas Pemda dari Kabupaten Badung

Tahun ini Kabupaten Badung mencatat sebuah prestasi yang patut dibanggakan. Berdasar evaluasi yang dilakukan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Ke-MenPAN-RB), peringkat akuntabilitas pemerintah daerah tersebut meningkat drastis dan mendapatkan predikat ”B”. Apa resep kabupaten dengan pendapatan asli daerah tertinggi di Bali itu? Berikut ulasan jurnalis JPIP di Bali Muhammad Thosim.

BERDASAR hasil evaluasi laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (LAKIP) 2013 di antara 451 kabupaten/kota, posisi Kabupaten Badung kini naik kelas dan sejajar dengan Kota Sukabumi, Kabupaten Sleman, dan Kota Manado. Bedanya, Kota Sukabumi sudah tiga kali meraih predikat ”B”, sedangkan Kabupaten Sleman sudah dua kali. Tahun lalu posisi Kota Manado sama dengan Kabupaten Badung yang masih meraih predikat CC.

Atas capaian tersebut, MenPAN-RB Azwar Abubakar memberikan penghargaan kepada empat daerah tersebut di Jakarta, Rabu (29/1/2014). Menurut Azwar, kabupaten/kota yang akuntabilitas kinerjanya baik cenderung meningkat, dari 23,91 persen pada tahun lalu menjadi 33,92 persen pada tahun ini.

Dalam konteks lokal, capaian prestasi tersebut tidak bisa dilepaskan dari komitmen dan kerja keras Bupati Badung Anak Agung Gde Agung. Ditemui di ruang kerjanya pada Senin (3/2/2014), pria yang juga tokoh Puri Mengwi ini mengatakan bahwa nilai LAKIP merupakan alat ukur untuk mengetahui kemampuan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dalam pencapaian visi dan misi serta tujuan organisasi, sekaligus wujud pertanggungjawaban kepada masyarakat.

”Bagi instansi pemerintah, nilai LAKIP kurang lebih sama dengan rapor siswa,” ujarnya. Kalau rapor dapat menggambarkan tingkat kemampuan siswa dalam menyerap pelajaran dan menilai hasil belajarnya, nilai LAKIP juga menggambarkan kemampuan setiap instansi pemerintah dan pemerintah daerah.

Untuk mendapatkan predikat tersebut, berbagai upaya telah dirintis oleh Pemkab Badung. Misalnya, realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) daerah ini meningkat secara signifikan dalam dua tahun terakhir. Hingga akhir 2013, realisasi APBD Kabupaten Badung mencapai 89,6 persen dengan realisasi proyek fisik 100 persen. ”Komposisi belanja aparatur dan belanja publik juga sangat ideal, dengan rasio 34:66,” tegasnya.

Berbekal falsafah Trihita Karana (tiga penyebab kebahagiaan), daerah ini berusaha mewujudkan pembangunan yang menjaga harmoni terhadap tiga dimensi kehidupan. Yaitu harmoni antara manusia dengan sang pencipta (parahyangan), antara sesama manusia (pawongan), dan antara manusia dengan alam sekitar (pelemahan). Falsafah itu kemudian dijabarkan menjadi sembilan misi. Salah satunya adalah mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa (good governance dan clean goverment).

Dalam menggerakkan mesin birokrasi, Gde Agung memberikan perhatian serius terhadap lahirnya inovasi dan berkembangnya budaya unggul. Setiap SKPD didorong untuk berinovasi dengan jargon one agency, one innovation. SKPD yang mampu berinovasi akan diberi penghargaan berupa insentif peningkatan alokasi anggaran. ”Makanya, saya sering nantang SKPD. You perlu anggaran berapa, silakan!” katanya.

Tantangan itu bukan isapan jempol. Jurus reward dan punishment pun benar-benar diterapkan. Setiap kepala dinas atau pimpro akan dievaluasi oleh bupati setiap triwulan dengan membedah aspek bobot program/kegiatan, kesesuaian jadwal dengan fakta di lapangan, dan aspek keuangan. ”Satu sisi, kita diberi insentif. Tapi, sisi lain, targetnya harus selesai,” tutur Asisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan Dewa Made Apramana.

Bupati Gde Agung juga menginstruksikan, struktur belanja publik dalam APBD harus lebih tinggi daripada belanja aparatur dengan rasio 65:35. Tidak hanya itu, bupati juga meminta penyerapannya harus optimal agar imbasnya semakin nyata dirasakan oleh masyarakat.

Sebagai daerah tujuan wisata, Pemkab Badung juga memiliki keunikan tersendiri karena menerapkan sistem manajemen satu pulau (one island management). Melalui sistem ini, Pemkab Badung bersama Pemkot Denpasar sepakat untuk membagikan hasil penerimaan pajak hotel dan restoran (PHR) kepada enam kabupaten lain yang terdapat di Bali. Pemerintah Provinsi Bali juga mendapat cipratan berkah pariwisata itu sebesar 20 persen dari total PHR.

Kesepakatan tersebut tertuang dalam nota kesepahaman (MoU) antara Pemkab Badung dan Pemkot Denpasar dengan Pemprov Bali No. 075/01/KB/B. Pem/2009, No. 18/2009, dan No. 188.45/01/HK/2009 tentang Realokasi Hasil Penerimaan Pajak Hotel dan Restoran Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Dengan dasar itu, 80 persen pendapatan dari PHR juga dibagikan kepada Kabupaten Buleleng, Karangasem, Tabanan, Bangli, Jembrana, dan Klungkung. ”Gianyar yang memiliki kawasan wisata Ubud tidak meminta bagian dan juga tidak ikut berbagi dalam hal ini,” ujar Gede Agung.

Hasilnya, pendapatan PHR yang tercatat sekitar Rp 1,2 triliun (2013) pun tidak dinikmati sendiri oleh daerah ini. Sebagai sebuah kearifan lokal, spirit Trihita Karana telah mengilhami daerah ini untuk berbagi kekayaan dengan daerah lain. Sebuah cermin bening di tengah keserakahan yang semakin dalam menjangkiti sebagian anak bangsa. (www.jpipnetwork.id)

Arsip PDF :