
Temuan BPKP Sempurnakan E-Government
Kota Surabaya, Champion untuk Special Category Akuntabilitas Publik
Kota Surabaya kembali memboyong trofi special category Akuntabilitas Publik dalam Otonomi Awards 2013. Dua tahun lalu Kota Buaya itu juga memboyong penghargaan yang sama. Seperti apa terobosan yang dilakukan? Berikut ulasan Hariatni Novitasari dari The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP).
KOTA Roma tidak dibangun da lam waktu semalam. Begitu pula penerapan e-government di Kota Surabaya. Pada tahap awal, konsep besar implementasi e-government di kota itu tidak pernah dirumuskan. Semuanya di kembangkan secara bertahap sesuai dengan masalah yang dihadapi aparat pemerintah kota.
Perjalanan panjang itu dimulai pada 2003, diawali dengan program lelang serentak (e-procurement) yang dimotori bagian bina pembangunan daerah (binabangda). Saat itu, kepala binabangda dijabat Tri Rismaharini. Kini, dengan posisi sebagai wali kota, Risma terus mengembangkan upaya mewujudkan akuntabilitas tata kelola pemerintahan yang dulu dirintisnya.
Secara konseptual, penerapan e-government Kota Surabaya baru memiliki gambaran utuh pada 2008. Semuanya dibagi ke dalam empat kelompok besar. Yaitu, perencanaan pembangunan daerah, sistem manajemen pemerintahan, layanan masyarakat, dan komunikasi masyarakat.
Dalam konteks belanja untuk pembangunan daerah, kota itu memiliki enam produk unggulan. Yaitu, e-budgeting, e-project planning, e-procurement, e-delivery, e-controlling, dan e-performance. Sistem pengelolaan sumber daya pemerintahan yang mengintegrasikan aktivitas birokrasi mulai hulu sampai hilir itu diberi titel government resources management system (GRMS).
Dengan sistem terintegrasi itu, birokrasi Pemkot Surabaya bisa bekerja secara efektif dan efisien. Penerapan e-budgeting hingga e-procurement diakui telah memicu efisiensi anggaran yang signifikan. Sementara e-delivery telah membantu seluruh jajaran birokrasi pemkot untuk membuat dokumen kontrak yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa hanya dalam hitungan menit setelah pemenang lelang diumumkan.
Sementara itu, pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dapat mengontrol aktivitas pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran dengan instrumen e-controlling. Permasalahan yang timbul dalam proses administrasi sebuah proyek juga dapat diketahui oleh sang pimpinan secara daring (online).
Sebelum instrumen e-controlling diterapkan, pemkot sering menerima laporan palsu hasil pelaksanaan proyek. ”Proyeknya belum selesai, tapi dikatakan sudah selesai dan sudah dibayar 100 per sen,” beber Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya Agus Imam Sonhaji.
Pria berkacamata minus itu menambahkan, laporan palsu tersebut terungkap dari temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Temuan itu pun dijadikan masukan untuk terus memperbaiki dan menyempurnakan penerapan e-government yang sudah berjalan. ”Dengan e-controlling, kami tidak dapat dibohongi oleh kontraktor lagi,” ungkapnya.
Rangkaian terakhir GRMS adalah e-performance. Instrumen itu mulai diterapkan pada 2010 dan terkait erat dengan pengembangan tunjangan prestasi pegawai (TPP). Selama ini, pemberian TPP sering dipermasalahkan karena jumlah take-home pay yang diterima para pegawai cenderung sama. Padahal, beban pekerjaan antara pegawai yang rajin dan yang malas jelas tidak sama.
Dampak yang paling terasa dari penerapan e-performace adalah meningkatnya kinerja pegawai pemkot. Tidak hanya memberikan apresiasi atas pekerjaan yang dilaksanakan dengan baik, e-performance juga memberikan hukuman kepada pegawai yang malas atau telat masuk kantor dengan pemotongan poin tunjangan. ”Kalau dulunya pekerjaan cenderung dihindari, sekarang malah dicari,” kisah Agus.
E-performance juga menjadi instrumen untuk pengukuran ki nerja instansi. Terutama terkait dengan target dan realisasi penyerapan anggaran, ketepatan waktu dan efisiensi anggaran yang dapat dilakukan tiap-tiap SKPD. Semua merujuk pada dokumen pelaksanaan anggaran (DPA) yang disusun sebelumnya.
Seluruh rangkaian GRMS itu tidak bisa dilepaskan dari pendokumentasian hasil-hasil musyawarah perencanaan pembangunan alias musrenbang secara elektronik (e-musrenbang). Tahapan itulah yang menjadi kunci awal keber hasilan penerapan e-government di Kota Surabaya. ”Kalau ingin sukses menjalankan e-government, sis temnya memang harus lengkap dari awal sampai akhir,” terang Agus.
Dengan e-musrenbang, publik dapat mengetahui usulan apa saja yang telah diverifikasi oleh setiap SKPD. Mulai lokasi pekerjaan, tipe pekerjaan (fisik atau non fisik), volume, anggaran, hingga SKPD yang menjadi leading sector. Informasi lainnya adalah skala prioritas setiap pekerjaan. Tidak tanggung-tanggung, situs web http://musrenbang.surabaya.go.id telah menyajikan data usulan dan laporan hasil pelaksanaan musrenbang selama lima tahun terakhir.
Menurut Agus, pengembangan e-government dilatarbelakangi keinginan kuat Pemkot Surabaya untuk membenahi sistem pemerintahan agar menjadi lebih akuntabel, efektif, dan efisien. Artinya, hemat waktu dan tidak mengulang pekerjaan yang sama. ”Pada dasarnya, kami mengelektronikkan yang sebelumnya manual. Sebab, di sana banyak celah penyimpangan,” lanjutnya.
Saat ini, Pemkot Surabaya boleh berbangga diri. Pasalnya, program yang mereka inisiasi sejak satu dekade lalu itu telah diadopsi banyak daerah lain. Bahkan, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN-RB) pun kepincut dengan penerapan e-performance. Pada 2014, DKI Jakarta juga akan mengadopsi sistem e-budgeting. ”Di DKI, Jokowi dibuat pusing oleh lebih dari seribu SKPD yang masih menggunakan sistem manual,” tutur Agus.
Setelah sukses dengan e-government, Pemkot Surabaya terus berinovasi. Mulai awal 2013, kota itu meluncurkan Surabaya Single Window (SSW) untuk mengintegrasikan berbagai layanan perizinan. ”Harapannya, semua SKPD yang berkaitan dengan perizinan dapat terkoneksi dalam satu server,” pungkas Agus. (hnovi\tasari@jpip.or.id/c11/fat)
Bukan untuk Gaya-gayaan

Electronic government (e-gov) sudah menjadi kebutuhan bagi Kota Surabaya. Selain mempercepat urusan administrasi yang kian detail dan rumit, e-gov terbukti mampu meminimalkan celah korupsi. Peran wali kota sangat penting dalam keberhasilan program tersebut. Berikut petikan wawancara JPIP dengan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.
Apa latar belakang penerapan e-gov di Surabaya?
Setiap tahun pegawai negeri sipil (PNS) yang pensiun sekitar 800 orang. Jadi, dalam tiga tahun ini ada sekitar 2.400 orang pegawai yang pensiun. Kami baru dua kali melakukan perekrutan. Tahun lalu kami merekrut 600-an pegawai. Tahun ini terdapat sekitar 300-an pegawai yang direkrut. Kalau kondisi ini tidak dikejar dengan teknologi, akan sangat berat bagi kami. Saat ini administrasi dan pengelolaan keuangan semakin rumit dan detail. Kalau kami tidak punya cara, pasti akan keteteran (ketinggalan). Karena itu, kami menggunakan sistem elektronik. Ini bukan untuk gayagayaan, tapi sudah menjadi kebutuhan. Kalau tidak begitu, waktu kami akan habis. Contohnya dalam proses menyusun anggaran. Kalau tidak menggunakan sistem elektronik, bisa tiga sampai empat bulan. Tapi, dengan sistem elektronik, bisa selesai dalam dua–tiga hari.
Kaitan e-gov dengan reformasi birokrasi di Surabaya?
Ya, dampaknya ternyata memang begitu. Kami harus disiplin waktu dan disiplin terhadap proses yang sesuai dengan regulasi. Karena itu merupakan sistem untuk reformasi birokrasi, pencegahan korupsi dilakukan dengan sistem elektronik itu.
Ada hambatan ketika diimplementasikan?
Pasti banyak lah. Banyak yang tidak suka. Karena mereka dipaksa masuk ke dalam suatu sistem yang tidak lagi bisa dilakukan negosiasi. Dengan sistem elektronik, kita tidak bisa bertemu dengan penyedia barang dan jasa. Itu banyak sekali yang protes. Tapi, saya katakan, masak kita mau tiga bulan di kantor, tidak pulang-pulang?
Adakah kaitan e-performance dengan RUU Aparatur Sipil Negara (ASN) yang akan disahkan?
Kami juga mengikuti prosesnya. Seperti e-procurement dulu, kami juga mengikuti proses Keppres Nomor 80 Tahun 2003. Regulasi itu yang kami pakai ketika menyusun program e-procurement. Kami biasa seperti itu. Begitu dipakai, Kota Surabaya sudah siap pakai. Jadi, tidak ada yang aneh. Biasanya Surabaya diminta memberikan masukan ketika proses itu.
Jika daerah lain ingin menerapkan e-gov, apa yang dibutuhkan?
Tidak ada. Hanya komitmen kepala daerah. Kalau sudah menggunakan elektronik, tidak ada apa-apanya. Semua hal terhitung. (novi/jpip)
Arsip PDF :