Keterhubungan Ekonomi dan Peningkatan Pendapatan Masyarakat
3 mins read

Keterhubungan Ekonomi dan Peningkatan Pendapatan Masyarakat

Sebuah laporan riset yang diterbitkan di Nature mengungkapkan hasil analisis pertemanan di sosial media dari 70-an juta pengguna dalam kaitannya dengan peningkatan pendapatan. Kesimpulannya, persahabatan antara si Kaya dan si Miskin, berdampak lebih besar terhadap peningkatan pendapatan si Miskin di masa depannya dibandingkan dengan faktor lain yang diteliti, seperti kualitas sekolah, struktur keluarga, ketersediaan lapangan pekerjaan, atau komposisi ras masyarakat.

Bagi anak-anak miskin, tinggal di daerah yang memiliki pertemanan lintas kelas ekonomi (Socioeconomic Status / SES) secara signifikan bisa meningkatkan penghasilan mereka di masa dewasa. Jika lingkungan dengan 70 persen teman-teman kaya, berpotensi meningkatkan 20 persen pendapatan anak miskin itu di masa depan. Para peneliti menyebut pertemanan lintas kelas ini sebagai keterhubungan ekonomi (Economic Connectecness). Laporan riset tersebut bisa diunduh melalui tautan berikut: https://www.nature.com/articles/s41586-022-04997-3#Sec1

“Tumbuh dalam komunitas yang terhubung lintas kelas (ekonomi) akan meningkatkan hasil anak-anak dan memberi mereka kesempatan yang lebih baik untuk keluar dari kemiskinan,” ujar Raj Chetty, ekonom dari Harvard, salah satu dari empat penulis utama riset ini bersama Johannes Stroebel dan Theresa Kuchler dari NYU, dan Matthew O. Jackson dari Stanford sebagaimana dikutip dari New York Times.

Meskipun riset tersebut dilakukan pada pengguna sosial media dengan 84 persennya warga Amerika Serikat, namun setidaknya bisa menjadi gambaran bagi kita untuk membuat intervensi sosial dalam memperbesar peluang peningkatan kesejahteraan masyarakat berpenghasilan rendah. Bagaimana pemangku kepentingan dan pembuat kebijakan bisa menciptakan inklusi sosial yang mewujudkan lingkungan dengan komposisi latar belakang ekonomi heterogen.

Namun tentu tidak sekedar komposisi orang kaya dan orang miskin dalam suatu lingkungan, yang lebih penting tentu saja adalah kualitas interaksinya. Persoalannya adalah adanya homofili, yakni kecenderungan orang berkumpul dengan orang yang sama, jika tidak dilakukan intervensi. Orang kaya cenderung mencari tempat tinggal yang juga ditinggali orang yang juga kaya, belajar di sekolah elite dan membentuk kelompok pertemanan dengan yang sekelas ekonomi, serta beraktivitas luar sekolah dengan mereka yang juga kaya.

Tentu sulit mengintervensi lingkungan tempat tinggal: tidak ada yang bisa melarang orang kaya tinggal di perumahan elite. Begitu pula tidak bisa mewajibkan orang kaya bersahabat dengan orang miskin di tempat kerja. Yang paling memungkinkan adalah melakukan intervensi di lembaga pendidikan. Negara dan pihak swasta penyelenggara pendidikan bisa membuat intervensi yang memunculkan inklusi sosial di lembaga pendidikannya. Selaras dengan hasil riset di atas, bahwa sebagian besar kelas ekonomi atas mendapatkan pertemanan yang mempengaruhi pendapatannya itu di perguruan tinggi.

Ada dua hal yang bisa dilakukan: pertama, meningkatkan peluang si Miskin mengakses pendidikan yang didominasi si Kaya, dan kedua, menciptakan beragam pemicu interaksi. Di tingkat negara misalnya, kebijakan Zonasi yang dikeluarkan Mendikbud era Muhadjir Effendy menjadi menarik untuk dikaji dampaknya terhadap munculnya interaksi Kaya-Miskin karena dekonstruksi sekolah elite. Program beasiswa di sekolah atau perguruan tinggi elite untuk siswa dari keluarga berpenghasilan rendah juga merupakan intervensi bagus. Tentu, sebagaimana sudah saya singgung di atas, tidak sekedar ada komposisi tapi juga kualitas interaksi. Di sinilah pihak sekolah perlu membuat aneka program untuk meningkatan kualitas interaksi itu. Seperti pembentukan kelompok belajar yang mempertimbangkan keragaman kelas ekonomi.

Tentu tanpa mengabaikan variabel lain, bisa jadi keterhubungan ekonomi (Economic Connectedness) ini bisa semakin mendorong peningkatan kelas menengah di Indonesia yang kini sudah lebih dari 20 persen. Selain menambah jumlah kelas menengah, juga meningkatkan peluang kelas bawah berkat munculnya “jembatan” atau—meminjam istilah Christakis dalam buku Connected—“kekuatan ikatan lemah” yang memfasilitas aliran peluang dari kelompok ekonomi atas ke ekonomi bawah.*

Ahmad Faizin Karimi

Peneliti JPIP