Setelah Ramah, Gugah Kemandirian
6 mins read

Setelah Ramah, Gugah Kemandirian

Semangat Sinergi Situbondo Inklusi dalam Merengkuh Difabel

Inovasi Sinergi mewujud jadi suasana inklusif ramah difabel di Situbondo. Perlu pendampingan lebih komprehensif agar mereka lebih percaya diri menghadapi dunia kerja. Berikut catatan Ahmad Faizin Karimi dari JPIP dan Agung Iskandar.

GAIRAH kesadaran inklusi sa ngat kentara di Situbondo. Bupati Dadang Wigiarto terus membenahi berbagai kebijakan dan program agar lebih hangat kepada penyadang disabilitas. Juga tidak terlepas dari per juangan gigih para pegiat isu inklusi dan disabilitas di daerah yang berada di ujung timur Pulau Jawa tersebut.

Kemeriahan peringatan Hari Disabilitas Internasional yang digelar Minggu (16/12) merupakan penanda bahwa pewujudan lingkungan yang inklusif menjadi agenda kebersamaan di Situbondo. Selain diramaikan beragam penampilan kolaboratif penyandang disabilitas dan nondisabilitas, pada event itu sekaligus di-launching program Situbondo Inklusi.

Semangat inklusi itu pengembangan dari inovasi Sinergi (Situbondo Inklusi Terintegrasi). Inovasi Sinegri diganjar Special Category: Region in an Innovative Breakthrough for People with Disabilities (Kategori Khusus Daerah dengan Terobosan Inovatif untuk Orang dengan Disabilitas) dalam Good Practices Awards Ayo Inklusif! atau Otonomi Awards (OA) 2018. OA diserahkan Mendagri Tjahjo Kumolo kepada Bupati Dadang Wigiarto pada 22 Oktober lalu.

’’Peradaban sebuah daerah dipengaruhi partisipasi publik. Suksesnya pembangunan dan kebijakan juga dilihat dari tingginya partisipasi publik. Karena itu, kita memberikan peran yang sama kepada seluruh lapisan masyarakat, termasuk kaum difabel,’’ kata Bupati Dadang saat acara Hari Disabilitas Internasional itu.

Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) menjadi leading sector. Inovasi berangkat dari AKP (angka kemiskinan partisipatif ) atau inovasi pendataan kemiskinan berbasis partisipasi masyarakat. Dalam perkembangannya, inovasi tersebut juga digunakan untuk mendata difabel.

’’Kami punya data warga difabel lengkap by name by address. Bahkan, kondisi disabilitasnya sekaligus dengan tingkat ekonominya,’’ kata Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Situbondo Haryadi Tejo Laksono. Saat ini tercatat 6.800 difabel. Yang usia sekolah dilayani 40 sekolah inklusif, perkembangan luar biasa dari tak ada sekolah inklusif ketika Sinergi dimulai empat tahun lalu.

Dimulai pada 2014, Sinergi terus mekar. Fasilitas umum, mulai kantor pemkab, sekolah, RS, alun-alun, bank-bank, ATM, puskesmas, hingga kantor desa diberi sarana untuk memudahkan mobilitas difabel, Misalnya, bidang miring, guiding block, parkir difabel, pegangan rambatan, dan kursi roda. Makin banyak OPD, juga instansi vertikal, turut bersemangat inklusi. Itu sesuai dengan makna Sinergi. Yakni, bekerja sama multi-instansi untuk merealisasikan semangat ramah difabel di banyak bidang layanan publik. Biasanya disabilitas ditangani dinas sosial karena dianggap ’’masalah sosial’’. Padahal, isu disabilitas juga menyangkut urusan lain seperti kesehatan, pendidikan, kependudukan, tenaga kerja, dan urusan yang tak beda dengan warga nondifabel.

Luluk Ariantiny, ketua Persatuan Penyandang Disabilitas (PPDI) Situbondo, merasakan bahwa instansi-intansi antusias. Misalnya, dinas kesehatan, dinas kependudukan dan catatan sipil, dan bahkan kepolisian. Dinkes membuat Rumah Pemulihan Gizi untuk peningkatan gizi anak balita dan diperkuat dengan posyandu inklusif. Posyandu inklusif adalah penambahan sosialisasi dan edukasi soal inklusi dan disabilitas pada program posyandu biasa. Disabilitas di Situbondo juga mendapat fasilitas gratis biaya berobat di layanan kesehatan kelas III. Ada layanan jemput pasien yang memang tidak mampu datang di puskesmas atau rumah sakit.

Untuk dinas kependudukan, dalam situasi khusus, difabel di Situbondo bahkan bisa dilayani pembuatan dokumen kependudukan di rumah. ’’Namun, kami tetap menginginkan para difabel juga berusaha, keluar dari rumah, bersosialisasi,’’ lanjut Luluk yang pengguna kruk.

Polres Situbondo turut jemput bola ke rumah untuk masyarakat yang benar-benar kesulitan. ’’Seperti untuk perpanjangan SIM dan surat catatan kepolisian. Tapi, untuk pengurusan SIM, pemohon ya tetap harus datang,’’ ujar Luluk. SIM untuk penyan dang disabilitas disebut SIM D.

Untuk sektor kerja, pada awalnya, tantangan ada pada pemerintah daerah dan sektor swasta yang mau membuka akses kepada difabel. Namun, kini dia merasa faktor kesiapan men tal dan keterampilan para difabel itu sendiri yang akhirnya menjadi kunci.

Sebagai contoh, dari 227 kuota penerimaan CPNS Situbondo tahun ini, dua orang diplot untuk difabel tuli atau daksa. Posnya pranata komputer dan guru SD. Pelamar komputer ada tiga orang, sedangkan yang guru SD tak ada pelamar. Yang lolos administrasi dua orang dan ikut seleksi kompetensi dasar (SKD) satu orang, namun tak lolos.

Itu menjadi pelajaran bagaimana afirmasi berikutnya. ’’Jumlah pendaftarnya minim dan hasil tesnya belum memenuhi passing grade. Tapi, akan kami coba menyesuaikan passing grade itu agar ada difabel yang terekrut,’’ kata Bupati Dadang yang menjabat sejak 2010.

Di sektor swasta pun perlu pendampingan\ lebih terarah kepada difabel. Dengan begitu, mereka punya bekal siap kerja dan kepercayaan diri. PPDI bersama dinas tenaga kerja pernah menggelar Job Fair dan melobi agar perusahaan mau menerima pekerja difabel. Namun, ketika perusahaan sudah membuka pintu, banyak difabel yang kurang siap. Untuk itu, Luluk akan mendorong dengan memberikan porsi lebih pada edukasi difabel agar lebih siap terjun ke dunia kerja, baik sebagai karyawan maupun berwirausaha.
(jpipnetwork.id)

Inklusivitas untukTingkatkan Peradaban

Berikut ini wawancara dengan Bupati Dadang Wigiarto tentang bagaimana menjadikan penyandang disabilitas sebagai kekuatan pembangunan.

Bagaimana menerapkan prinsip inklusivitas dalam pembangunan daerah?

Jadi, tingginya peradaban sebuah daerah itu kan bergantung juga pada partisipasi publik. Suksesnya pembangunan dan kebijakan itu juga jika partisipasi publik semakin tinggi. Karena itu, kami memberikan peran kepada seluruh lapisan masyarakat. Itu dasar pemikirannya.

Seperti apa implementasinya di Situbondo?

Di antaranya, jika ada hal-hal yang menyangkut kebijakan publik, semua kelompok, termasuk difabel, kami beri peran yang sama. Kami meyakini, peran-peran yang diberikan kepada difabel tidak hanya dalam arti penciptaan infrastruktur ramah penyandang disabilitas, tetapi juga keberpihakan. Yakni, dalam regulasi dan peran-peran sebagaimana masyarakat secara umum di dalam interaksi kehidupan sosial kemasyarakatan. Juga, sampai menyangkut hak-hak untuk memperoleh kelayakan hidup di tengah-tengah masyarakat. Itu kan sangat bagus sekali dalam meningkatkan peran publik. Juga, tidak ada lagi pikiran bagi teman-teman difabel bahwa mereka tidak mempunyai peran-peran di segala lini.

Hambatan seperti apa yang dialami dan bagaimana mengatasinya?

Awalnya, teman-teman OPD (organisasi perangkat daerah) kami itu kan belum punya pengetahuan apa sih kebutuhan yang harus dikerjakan. Jadi, itu sebuah kesulitan tersendiri. Tetapi, akhirnya kami mendatangkan narasumber untuk bisa memberikan gambaran-gambaran apa saja secara kelayakan pemerintah itu memberikan infrastruktur dan perencanaan.

Memang perencanaan tidak hanya berupa infrastruktur ya, tetapi bagaimana pemberdayaannya. Kesamaan kesempatan untuk memperoleh pengembangan diri juga harus dilakukan. Walaupun selama ini belum menemukan bentuk. Kami ini kan berjalan, selain singkat, yang kedua apa namanya, anggaran daerah sangat terbatas sekali. Tetapi, kemauan kami bersama-sama yang punya semangat itu justru teman-teman PPDI (Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia) inilah yang akhirnya kami berjalan dengan bagus. (jpipnetwork.id/c11)